Thursday, December 13, 2012

Ekspansi Keanggotaan dan Orientasi Amal-usaha Muhammadiyah Oleh: Muhadjir Effendy

Ekspansi Keanggotaan dan Orientasi Amal-usaha Muhammadiyah
Oleh: Muhadjir Effendy

I

Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan pemabaharuan di awal paruh abad dua puluh telah menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi dinamis, cerdas dan kreatif dalam melihat tanda-tanda jaman. Sosok Kyai Dahlan mewakili kecerdasan itu. Beliau tampil elegan dengan gaya pemikiran bebas, kreatif sekaligus arif. Pada dirinya tampil kesempurnaan pemikir pembaharu yang utuh. Meski kemudian melahirkan berbagai kontrofersi dan kecemasan di kalangan tua. Ia tetap tegar dan tampil penuh percaya diri. Muhammadiyah terus melangkah dengan segudang prestasi.
Tampil sebagai gerakan pembaharu, Muhammadiyah mendapatkan pengikut yang kebanyakan kaum muda yang menginginkan perubahan dari kekolotan faham agama yang jumud lagi mandeg. Percampuran faham agama dengan dogma takhayul, bid’ah dan khurafat yang melekat saat itu adalah pekerjaan besar yang dihadapi Muhammadiyah. Proses revitalisasi dengan jargon kembali kepada Quran dan Sunnah menjadi alat yang ampuh untuk membangunkan kembali umat Islam dari tidur panjangnya. Lagi-lagi Kyai Dahlan dengan semangat tajdidnya mengagetkan banyak ulama saat itu, ia dicaci sebagai kyai gila atau entah apalagi.
Masa keemasan itu kini telah hilang. Muhammadiyah kini terlihat bagai gajah gemuk, berjalan lamban dan acap tertinggal. Kelincahan dan kecepatan yang diperlihatkan kini berubah, tak ada lagi keragaman pendapat, apalagi produk tajdid, yang ada adalah keseragaman berpikir dan bertindak, mudah memaki dan menghakimi sesama dengan justifikasi agama.
Kerinduan terhadap pembaharuan yang pernah dilakukan Muhammadiyah era Kyai Dahlan kini muncul kembali seiring dengan berubahnya kondisi sosial, politik, budaya dan pendidikan. Perubahan yang terus bergulir menagih jamaah Muhammadiyah untuk berpikir cepat dalam menyikapi berbagai perubahan, baik sosial, politik, budaya, ekonomi dan pendidikan, terutama paham-paham keberagamaan jamaah. Rantai panjang birokrasi paham keagamaan kini harus direkonstruksi kembali.
Pemahaman terhadap konsep keanggotaan dalam Muhammadiyah menjadi sangat penting dan krusial ketika etika dan pranata organisasi modern juga berubah. Keanggotaan konvesional  sebuah oragnisasi yang dicirikan dengan berbagai atribut (jaket, nomor baku ) dan simbol-simbol lain  perlu ditata ulang. Karena pada kenyataanya tak sanggup menggambarkan keadaan anggota pada lapis bawah.

II


Sebagai gerakan pemikiran (State of Mind) Muhammadiyah tak perlu anggota, jaket, tertib adminsitrasi, apalagi nomor baku. Sebaliknya gerakan pemikiran ini layaknya virus terus menular dan hinggap di setiap kepala yang concern terhadap perubahan. Tak mengenal ruang dan waktu. Virus tajdid yang ditularkan Kyai Dahlan ini telah menyemangati hampir setiap gerakan Islam yang muncul belakangan. Tidak aneh jika kemudian Carl Whiteringthon menyebut Kyai Dahlan sebagai pragmatikus agama, bukan sebagai ulama. Tak bisa dibayangkan, sebagai gerakan pemikiran, Muhammadiyah telah meluas pada wilayah yang terpemanai.
Demikianpun, seorang pemikir pembaharu pastilah bukan seorang yang mengerjakan dan menawarkan konsep-konsep. Sebuah sajak, bukanlah sebuah bangun pikiran, tetapi lebih mirip kesaksian tentang pengalaman penyair. Kesaksian itu pada gilirannya memiliki berbagai sifat: refelektif, imajinatif atau juga barangkali naratif tetapi tetap dengan satu muatan yang sama: makna yang dipetik dari pohon kehidupan. Pemikir pembaharu seperti Kyai Dahlan, bukanlah seorang pengamat kehidupan, melainkan seorang yang berhadapan dengannya, menerima atau menolaknya. Kehidupan bukanlah sebuah gegenstand atau obyek tetapi sesuatu gegenueber, suatu alter ego.
Pada sisi lain Muhammadiyah juga tumbuh sebagai organisasi, keharusan sebuah organisasi adalah ketertiban dan segala sesuatu yang berbau regulasi. Karenanya sebagai organisasi, Muhammadiyah perlu anggota, ketua , pengurus, kantor, jaket, nomor baku tentu saja bendera. Berbagai usaha dilakukan. Muktamar diadakan. Berbenah menjadi organisasi profesional menjadi harapan. Termasuk mendirikan berbagai amal usaha sebagai alat merealisasikan cita-cita organisasi. Segala kelengkapan dan atribut dibutuhkan, termasuk jargon dan slogan.
Salah satu sumber kekuasaan adalah organisasi. Begitulah Galbraith menyimpulkan. Kesimpulan itu terutama berlaku di jaman ini. Kekuasaan tak lagi berasal dari kehebatan pribadi seorang tokoh. Bukan pula karena harta kekayaan. Kapitalisme modern tak ditandai oleh kekuasaan para pemegang saham, melainkan berada pada genggaman para manejer. Dominasi orang-orang yang terorganisasi itu semakin terasa, ketika urusan jadi kian majemuk. Urusan pendidikan, kesejahteraan, dakwah, kaderisasi, dan segala piranti layanan umat dan entah apalagi yang pada gilirannya hanya dapat diselesaikan oleh pelbagai orang dari pelbagai jurusan yang bergabung dalam sebentuk organisasi. Tak seorang pemimpin tunggalpun yang sanggup sendirian. Mengelola sebuah amal usaha dibutuhkan intergritas , kreasi dan kecerdasan lokal para ketua amal usaha Muhammadiyah.
Wajah Muhammadiyah sebagai gerakan pemikiran, oraganisasi dan amal usaha berkelindan dalam sebuah harmoni yang kukuh lagi serasi dalam orkestra pembaharuan dan purivikasi sebagai watak dasar.
Demikianlah presiden dipilih dan diganti, ketua PP datang dan pergi: masing-masing akhirnya tergantung pada roda arloji organisasi yang tak terlihat itu.


No comments:

Post a Comment

Pendaftaran Santri Baru PM Insan al-Muwahhid Purwokerto

SELAMAT DATANG SANTRI BARU TAHUN 2021/2022

 SELAMAT DATANG CALON SANTRI BARU PESANTREN INSAN AL-MUWAHHID PURWOKERTO Ayo daftar sekarang juga tinggal klik 👉 http://bit.ly/PSBAlmuwahhi...