DAKWAH MUHAMMADIYAH
Oleh: Sofyan Lanonchi
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan fakta historis, Islam disebarluaskan secara evolutif melalui gerakan dakwah. Hal ini dilakukan oleh baginda Rasulullah, para sahabat, tabi’in ,tabi’ tabi’in dan para mujahid dakwah sesudahnya. Menurut Prof.Dr Syeikh Muhammad Said Ramadhan al-Buti periodesasi dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dapat dibagi menjadi empat. Pertama, Nabi kita Muhammad Saw setelah diangkat menjadi rasul Allah secara definitif, beliau melakukan gerakan dakwah Islam secara diam-diam atau rahasia. Pola dakwah yang sedemikian rupa ditujukan kepada pihak keluarga sendiri, termasuk kepada sahabat-sahabatnya terdekat. Materi dakwah yang disampaikan adalah tentang aqidah atau ketauhidan dan gerakan dakwah secara individual ini berlangsung selama tiga tahun. Kedua,
dakwah yang dilakukan oleh baginda Rasul Saw dengan terbuka dan secara lisan. Pola dakwah dalam bentuk ini dilakukan sampai Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Ketiga, dakwah secara terbuka dengan memerangi orang-orang yang memusuhi beliau dan para sahabatnya. Hal ini berlangsung sampai terwujudnya perjanjian Hudaibiah pada tahun ke enam hijrah. Keempat, dakwah secara terbuka dengan memerangi setiap orang yang menghalang-halangi dakwah Islam, sekaligus memerangi orang-orang musyrik dan kafir yang tidak mau masuk Islam. Pola dakwah yang keempat ini berlangsung sampai Nabi Muhammad Saw wafat pada tahun 11 H.
dakwah yang dilakukan oleh baginda Rasul Saw dengan terbuka dan secara lisan. Pola dakwah dalam bentuk ini dilakukan sampai Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Ketiga, dakwah secara terbuka dengan memerangi orang-orang yang memusuhi beliau dan para sahabatnya. Hal ini berlangsung sampai terwujudnya perjanjian Hudaibiah pada tahun ke enam hijrah. Keempat, dakwah secara terbuka dengan memerangi setiap orang yang menghalang-halangi dakwah Islam, sekaligus memerangi orang-orang musyrik dan kafir yang tidak mau masuk Islam. Pola dakwah yang keempat ini berlangsung sampai Nabi Muhammad Saw wafat pada tahun 11 H.
Menurut Ibn Kasir dalam bukunya al-Bidayah wa an-Nihayah dakwah yang dilakukannya kepada Abu Bakar Siddik bentuknya adalah dakwah fardiah. Berdasrkan riwayat Aisyah ra bahwa pada suatu ketika Abu Bakar bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dia berkata; wahai Abul Qasim (panggilan akrab Nabi Muhammad), saya mendapatkan informasi dari para kaummu bahwa mereka menjelek-jelekkan kamu dan orang-orang tuamu. Nabi Muhamamd Saw berkata, sesungguhnya saya adalah Rasul Allah dan mengajakmu untuk beriman kepada Allah. Setela itu Abu Bakar masuk Islam dan setelah itu Nabi Muhammad Saw meningglkannya seraya merasa sangat bergembira dengan Islamnya Abu Bakar sebagai teman dekatnya pada masa jahiliyah.
Dalam menyampaikan dakwahnya, Rasulullah Saw menggunakan metode yang bervariasi. Kadang-kadang Rasulullah Saw menggunakan metode dakwah personal dan secara diam-diam, karena kondisi waktu itu belum memungkinkan untuk melakukan dakwah dengan cara terbuka. Metode dakwah bilhikmah walmau’izatul hasanah seperti yang dinyatakan dalam Alqur’an surat an-Nahal ayat 125 beliau laksanakan dengan baik.
Esensi metode dakwah bilhikmah walmauzizatil hasanah adalah memilih cara yang relevan dengan kondisi objektif sekaligus memberikan pengajaran yang dapat diterima oleh nalar atau pemikiran rasional dari para audien. Di kala umat Islam jumlahnya masih sedikit kurang lebih tiga puluh orang dan mereka termasuk orang yang miskin, tidak berpendidikan, maka Nabi Muhammad Saw melakukan dakwah dengan melalui jalur pendidikan. Sebagai lokasinya adalah rumah al-Arqam bin Abu Arqam yang berada di bukit Shafa dekat masjidil Haram.
Dalam mengajarkan Alqur’an, Nabi Muhammad Saw terlebih dahulu mengajarkan beberapa ayat lalu dijelaskan maksudnya. Setelah para sahabat memahami dan mengamalkan isinya barulah beliau menambah pelajaran dengan ayat-ayat lainnya. Abdullah bin Mas’ud sendiri menuturkan bahwa apabila para sahabat telah mempelajari sepuluh ayat Alquran, mereka tidak akan pindah ke ayat-ayat lain sebelum mengetahui benar maksud ayat tersebut serta mengamalkan isi kandungannya.
Kadang-kadang Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah menggunakan metode diskusi atau mujadalah seperti yang diinformasikan oleh Allah dalam surat an-Nahal ayat 125. Berkaitan dengan hal ini, Nabi Muhammad Saw setelah tinggal di Madinah semenjak tahun 5 Hijriah banyak menghadapi tamu-tamu secara berombongan baik yang muslim maupun non muslim. Bagi yang muslim ingin memperdalam ajaran Islam dengan jalan diskusi dan bagi yang non muslim ingin mengetahui tentang ajaran Islam. Menurut ahli sejarah Ibn Sa’ad jumlah rombongan tamu yang pernah datang kepada Nabi Muhammad Saw tidak kurang dari tujuh puluh satu rombongan diawali dengan robongan tamu dari kabilah Muzainah pada bulan Rajab tahun 5 Hijriah.
Dalam makalah ini akan dipaparkan gambaran secara global tentang kondisi objektif umat Islam dalam aspek Aqidah, akhlak, Ibadah dan muamalah dunyawiyah dan bagaimana strategi dakwah yang harus dilakukan. Penerapan dakwah di lapangan dengan kondisi objektif yang berbeda-beda harus tetap menjadi pertimbangan bagi semua juru dakwah agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Metode dakwah yang telah dilakukan oleh baginda Rasulullah Saw tentunya dapat dipilih mana yang relevan dengan kondisi objektif yang ada. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologis, dakwah berarti seruan, ajakan atau jeritan. Perkataan seperti da’autu fulaan bermakna berteriak atau memanggil fulan. Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat dalam merumuskannya. Menurut Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah pengertian dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan kepada apa yang dibawa oleh para Rasul-Nya dengan cara membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintah.
Menurut Syeikh Ali Mahfud pengertian dakwah adalah memotivasi manusia untuk melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk dan menyuruh mereka berbuat ma;ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar, agar mereka dapat mencapai kebahagian dunia hidup di dunia dan akhirat. Menurut Fathi Yakan pengertian dakwah adalah penghancuran dan pembinaan. Penghancuran di sini maksudnya adalah menghancurkan jahiliyah dengan segala bentuknya, baik jahiliyah pola fikir, moral, maupun jahiliyah perundang-undangan dan hukum. Adapaun maksud pembinaan adalah membina masyarakat Islam dengan landasan keislaman, baik dalam wujud dan kandungannya, dalam bentuk dan isinya, dalam perundangan-undangan dan cara cara hidup, maupun dalam segi persepsi keyakinan terhadap alam, manusia dan kehidupan.
Dapat disimpulkan bahwa esensi dakwah adalah mengajak orang lain untuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-nya seraya menjauhi segala larangan-larangan yang telah digariskan, dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dengan ungkapan yang singkat hakekat dakwah adalah melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar berdasarkan titah Allah dan Rasul-Nya dengan tujuan untuk mencapai kebahagian hidup dunia dan akhirat.
2. Metode Dakwah
Untuk mengajak orang lain agar dia tertarik melakukan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, diperlukan metode dakwah. Dalam kaitan ini Allah Swt berfirman dalam surat an-Nahal ayat 125 sebagai berikut :
Artinya; Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
Berdasarkan ketentuan ayat di atas, maka metode dakwah menurut konsep Alquran ada tiga; dengan hikmah, mau’izatil hasanah dan mujadalah yang baik. Berkaitan dengan hal ini, Syeikh Zamahsyari dalam tafsirnya menegaskan bahwa pengertian serulah kepada jalan Tuhanmu adalah ajaklah umat manusia untuk memeluk agama Islam. Dengan hikmah maksudnya adalah dengan mengemukakan dalil-dalil atau argumentasi yang jelas dan benar sehingga dapat menghilangkan keragu-raguan. Selanjutnya pengertian dengan pengajaran yang baik adalah dengan cara memberikan nasehat-nasehat dan memberikan penjelasan tentang berbagai manfaat kepada seseorang tentang syariat Islam. Adapun pengertian berdebat dengan cara yang baik adalah berdiskusi dengan cara yang lemah lembut, penuh kasih sayang, tidak kasar dan tidak pula dengan cara mencela.
Berdasarkan metode dakwah yang digariskan oleh Alqur’an, maka Rasulullah Saw dalam menyampaikan dakwahnya tetap berpedoman kepada konsep Alqur’an dimaksud. Penyampaian dakwah dengan hikmah atau dengan argumentasi rasional selalu diaplikasikan oleh Rasulullah Saw. Misalnya, di waktu Rasulullah Saw sedang dikelilingi oleh para sahabatnya, datanglah seorang pemuda untuk meminta supaya dirinya diberi izin berzina. Pada waktu itu, sahabat lain hampir mengusirnya karena dipandang tidak berlaku sopan kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw justeru memanggil pemuda tersebut lalu bertanya; apakah kamu suka jika ibumu dizinai orang ?. Dia menjawab dengan spontan tidak, demi Allah saya tidak suka dan semua orang juga tidak suka kalau ibunya dizinai orang. Lalu Rasulullah Saw bertanya lagi, apakah kamu suka jika kamu memunyai anak gadis lalu dia dizinai orang ? Dia menjawab tidak, demi Allah saya tidak suka dan semua orang pasti tidak suka jika anak gadisnya dizinai orang. Kemudian, Rasulullah Saw bertanya lagi bagaimana jika adik wanitanya atau bibinya dizinai orang ? Dia menjawab tidak, dan pasti orang lain tidak suka jika adik kandung perempuannya dan juga bibinya dizinai orang. Pemuda tersebut lalu didoakan oleh Rasulullah Saw agar diampuni dosa-dosanya, disucikan hatinya dan dijaga kehormatannya. Akhirnya pemuda yang datang tadi tidak pernah berfikir untuk berbuat zina sama sekali.
Dalam menerapkan metode dakwah al-Mau’izatil hasanah Rasulullah Saw selalu memberikan nasihat kepada para Sahabat dengan sangat hati-hati dan secara berkala. Hal ini dilakukan karena jika nasehat sering diulang-ulang akan dapat memberi kebosanan orang lain. Akan tetapi jika nasehat-nasehat tersebut diberikan sesuai dengan kondisi objektifnya, ia akan dapat memberikan kesadaran yang mendalam. Namun demikian, kadang-kadang Rasulullah Saw marah dalam memberikan nasehat jika dipandang perlu. Dalam kaitan ini Rasulullah Saw pernah marah kepada Muaz bin Jabal karena dia terlalu lama salat berjamaah mengimami sahabat lainnya dan juga pernah marah kepada Usamah bin Zaid karena dia membunuh salah seorang musuh yang sudah masuk Islam.
Di kala umat orang belum memahami agama Islam, cara penyampaian dakwahnya harus dilakukan dengan secara berangsur-angsur. Dalam kaitan ini Rasulullah Saw pernah berpesan kepada Mu’az bin Jabal bahwa aspek yang paling utama disampaikan adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika mereka telah mengimani keduanya, beritahukanlah bahwa mereka wajib mengerjakan salat lima waktu sehari semalam. Setelah mereka melaksanakannya, beritahulah bahwa mereka wajib membayar zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin.
Dengan cara bertahap dalam menyampaikan berbagai kewajiban hal itu dapat diterima oleh masyarakat karena mereka menerima ketentuan-ketentuan tersebut tidak sekaligus.
Sebagai contoh dari penerapan metode dakwah dengan mujadalah billati hiya ahsan Rasulullah Saw pernah berdiskusi dengan para sahabat tentang orang yang bangkrut atau muflis. Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabat tahukah kamu siapakah orang yang bangkrut itu ?, lalu para sahabat menjawab bahwa orang yang bangkrut adalah orang yang tidak punya harta benda. Kemudian, Rasulullah Saw menjawab orang yang bangkrut di antara kamu adalah orang yang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa amal-amal salatnya, puasa dan zakat. Akan tetapi ia pernah mencaci orang ini, menuduh berzina orang itumerampas orang ini, membunuh orang itu dan memukul orang ini. Fahala kebajikan orang tersebut akan diberikan kepada orang yang pernah dizaliminya. Jika fahala kebajikannya sudah habis , sementara kesalahan-kesalahannya belum tertebus semua, maka dosa-dosa orang yang teraniaya tadi ditimpakan kepadanya, lalu dia dilemparkan ke dalam api neraka.
Dalam kaitan cara Rasulullah Saw melakukan dakwah dengan cara lemah lembut dan penuh keabraban adalah peristiwa seorang Arab Badui yang turut berjamaah bersama Rasulullah Saw. Pada waktu itu ada di antara sahabat yang bersin lalu Arab Badui tadi mengucapkan yarhamukallah. Sahabat tadi kemudian melihat kearah Arab Badui tersebut dengan maksud supaya ia diam. Akan tetapi Arab Badui tadi berteriak dan mengatakan celaka kau, mengapa kau memandangku sedemikian rupa. Selesai salat Rasulullah Saw tersenyum kepadanya dan memanggilnya serta mengajarinya. Setelah itu Arab Badui tadi berdoa “ Allahumma irhamni wa Muhammad wala tarham ma’ana ahadan” . Mendengar hal itu Rasulullah Saw tersenyum mendengarnya, lalu berkata kamu telah mempersempit sesuatu yang luas. Artinya kamu telah mempersempit rahmat Allah yang begitu luas meliputi semua orang mukmin. Kemudian Arab Badui tadi berkata; ayah dan ibuku jadi tebusannya aku tidak pernah melihat orang yang penuh dengan kasih sayang selain daripanya. Demi Allah dia (Rasulullah Saw) tidak pernah memukul dan mencaci aku, tidak pula memaksaku. Dia hanya mengatakan kepadaku bahwa salat itu tidak layak dicampuri dengan perkataan manusia sedikitpun.
3. Kondisi Umat Islam Dewasa ini
a. Aspek Aqidah
Aqidah dalam Islam merupakan sesuatu yang sangat fundamental. Berdasarkan fakta historis Rasulullah Saw membina umat dengan aqidah Islam ternyata memakan waktu yang cukup lama, kurang lebih 13 tahun. Masyarakat Arab di waktu itu penuh dengan berbagai kemusyrikan, mereka menyembah patung, atau benda-benda lain yang dipandangnya sebagai Tuhan atau mempunyai mana (kekuatan ghaib). Islam mengajarkan ketauhidan murni yakni mengesakan Allah dengan segala sifat-sifat dan kesempurnaanya.
Aqidah atau ketauhidan umat islam Indonesia saat ini tampaknya masih bercampur aduk dengan kepercayaan lain seperti Hindu dan Budha bahkan ada yang berbau animisme. Masyarakat muslim Indonesia sebagiannya masih belum dapat meninggalkan tradisi upacara-upacara seperti jamu laut, dengan keyakinan agar roh-roh halus tidak menggangu mereka dalam mencari rezeki, tetapi justeru memperlancar jalannya rezeki mereka. Pada waktu mendirikan bangunan masih juga disertai dengan sesajen, mengikat pohon pisang dan perlengkapannya, setiap tiang dilapisi kain merah dan lain-lain. Pada waktu mau panen masih memakai upacara tertentu dengan menyebut mbok Sri dan sebagainya. Sewaktu mencukur bayi tidak boleh dihabisi seluruhnya rambut yang ada dikepalanya dan harus ditinggalkan sedikit bagian depannya untuk menangkal gangguan makhluk halus atau setan. Selain itu, anak-anak sering dipakaikan azimat baik dileher, di tangan maupun ditempat lainnya, agar anak tetap sehat dan jauh dari kemasukan setan.
Kasus yang cukup menghebohkan adalah apa yang terjadi pada dukun cilik Ponari di Jawa Timur yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit dengan batunya yang didapat ketika tersambar petir. Masyarakat masih sangat bahwa yang menyembuhkannya adalah si Ponari dan batunya bukan karena Allah. Selain daripada itu, masih banyak yang mengkhawatirkan lagi seperti iklan-iklan televisi yang mengajak untuk berbuat syirik seperti meramal nasib dengan cara ketik REG spasi tanggal dan hari lahir, bintang, dan lain kirim sms ke 9090 atau nomor lainnya yang sudah ditentukan. Sementara itu tayangan-tayangan di layar kaca juga banyak sinetron yang berbau mistik, tahyul dan khurafat. Film-film horor dengan praktek perdukunan masih banyak menghiasi hampir semua TV yang ada. Ini merupakan indikasi bahwa aqidah umat Islam di Indonesia masih cukup lemah karena bercampur aduk dengan kepercayaan agama lain.
b. Aspek Akhlaq
Rasulullah Saw selama periode Makkiyah selain membina umat dengan Aqidah Islam juga membina aspek akhlak atau moral. Bahkan dalam hadis yang cukup populer diriwayatkan oleh Imam Baihaqiy Rasulullah Saw mengatakan yang artinya “sesungguhnya saya diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak mulia”. Pada waktu Aisyah Ra ditanayakan oleh para sahabat tentang bagaimana akhlak Rasulullah, dia menjawab akhlaknya adalah Alqur’an. Dengan demikian, akhlak dalam Islam tetap bersumber kepada Alqur’an dan as-Sunnah. Akhlak menurut Islam tidak saja mengatur bagaimana prilaku yang humanis kepada sesama umat manusia, akan tetapi juga mengatur prilaku yang humanis kepada alam sekitar dan bahkan kepada Allah sendiri.
Di era globalisasi dewasa ini akhlak umat Islam sudah banyak yang terkontaminasi dengan budaya barat skular. Memakai pakaian yang menutup aurat seperti memakai jilbab bagi wanita muslim sudah dianggap tidak relevan dengan era globalisasi. Menghindari minuman keras dan sejenisnya dipandang kolot dan tidak sesuai dengan tuntutan kondisi saat ini. Para artis yang memamerkan auratnya dan gaya ngebor tidak lagi dipandang sebagai suatu hal yang tahu, tetapi justeru dipandang sebagai kreatifitas seni budaya. Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan sudah dipandang sebagai tren baru bagi masyarakat yang berbudaya. Jika terjadi kehamilan sebelum nikah dianggap sebagai hal yang wajar. Terlebih-lebih lagi pada saat ini sudah ada selaput dara buatan buatan Cina yang harganya terjangkau karena sekitar Rp 700.000. Dapat dipasang sendiri oleh perempuan yang sudah hilang virginitasnya, baik dengan sebab hubungan kelamin di luar nikah maupun dengan sebab lainnya. Menurut hasil survey yang dilakukan sebuah lembaga pada tahun 2008 yang lalu, diperoleh data sekitar 63% remaja Indonesia mengaku sudah melakukan hubungan seks bebas (berzina) sebelum nikah. Ini berarti bila ada 10 orang gadis maka 6 orang di antaranya sudah tidak perawan lagi. Data-data tersebut merupakan bukti nyata bahwa masyarakat kita sudah terpengaruh dengan kehidupan gaya barat yang bebas, sebab bagi mereka prilaku atau moral yang perlu dipertahankan adalah moral yang rasional berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya. Hubungan seksual secara bebas adalah prilaku yang dapat diterima di era globalisasi, sebab hal itu sudah diterima oleh masyarakat modern menurut barat skular.
c. Ibadah
Menurut Islam, umat manusia harus senantiasa melakukan hubungan vertikal dengan Allah sebagai Prima Causa (hablum minallah) , dan juga harus menjalin hubungan sesamanya dengan baik (hablum minannas). Kedua-duanya merupakan sesuatu yang penting dan strategis dalam mewujudkan harmonisasi kehidupan di dunia dan akhirat. Ibadah menurut Islam dibagi dua yaitu ibadah mahdah (ibadah yang ada tuntunannya secara rinci dijelakan oleh as-sunnah seperti salat, puasa, zakat, dan haji) dan ghairu mahdah (ibadah yang tuntunannya tidak dijelaskan secara detail oleh as-sunnah atau segala aktivitas dengan disertai dengan niat karena Allah). Tampaknya, pelaksaan ibadah mahdah di kalangan umat Islam masih banyak perlu pembenahan yang sesuai dengan sunnah Rasul, akan tetapi suatu hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana umat Islam secara keseluruhan dapat melaksanakan ibadah mahdah tersebut. Diyakini pelaksanaan ibadah puasa ramadan dalam setiap tahunnya mayoritas umat Islam mengerjakannya. Faktor pendorongnya paling tidak ada dua yaitu; ibadah tahunan dan penghapusan dosa-dosa yang telah lalu. Dalam pelaksanaan ibadah salat, tampaknya masih banyak umat Islam tidak melaksanakannya. Hal ini dapat diamati sewaktu dalam musafir dengan bus jarak jauh yang pada waktu salat subuh di antara 40 penompang yang melaksanakan salat subuh hanya sekitar sepuluh orang. Pelaksanaan zakat, tampaknya juga masih banyak umat Islam yang sudah mampu tetapi tidak mengeluarkan zakatnya dengan sempurna kalaupun saat ini sudah ada undang-undang tentang zakat dan sudah cukup banyak lembaga pengumpul zakat.
d. Muamalah dunyawiyah
Muamalah dunyawiyah mempunyai cakupan yang begitu luas, karena meliputi hubungan antar sesama manusia dan lainnya. Dalam aspek pengelolaan ekonomi yang merupakan salah satu aspek muamalah dunyawiyah tampaknya umat Islam Indonesia masih terkontaminasi dengan paradigma ekonomi sekular. Mereka masih berpegang teguh pada prinsip ekonomi Adham Smitt yang menyatakan dengan modal sekecil-kecilnya harus mendapat untung yang sebesar-besarnya. Transaksi barang yang jelas-jelas diharamkan oleh Islam tetap dilakukan oleh umat Islam sendiri. Kasus narkoba, miras, perjudian dengan segala bentuknya, ekstasi,trafiking ,dan lainnya masih banyak melibatkan umat Islam. Terlepas dari persoalan pengangguran dan kemiskinan umat Islam, tampaknya prilaku muamalah dunyawiyah umat Islam masih tetap menjadi agenda besar khususnya bagi Muhammadiyah sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Perkawinan yang juga merupakan salah satu aspek muamalah dunyawiyah perlu dilakukan pembenahan sedemikian rupa, sehingga diharapkan kelak dapat mewujudkan tatanan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Salah satu yang harus dicegah dalam kaitan ini adalah kawin beda agama atau yang populer dengan istilah kawin cacatan sipil. Dalam Kompilasi Hukum Islam sudah dutegaskan dalam pasal 40 dan 44 bahwa laki-laki dan perempuan muslim tidak boleh kawin dengan non muslim. Persoalan kualitas pendidikan yang juga merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan tatanan kehidupan islami masih menjadi kerja besar terutama di kalangan umat Islam. Pendidikan seharusnya dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas baik terkait dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional. Dari hasil penelitian para pakar psikologi sesungguhnya kecerdasan emosional menempati 80 % dari keberhasil hidup dibanding dengan kecerdasan intelektual.Orang yang inteletualnya cerdas tetapi emosionalnya tidak cerdas hanya akan membuat malapetaka dalam segala aspek kehidupan. Dalam rangka tercapainya kecerdasan emosional ajaran Islam jelas memiliki andil yang sangat besar. Dengan demikian, pendidikan agama mutlak diberikan dan tentunya harus dengan metode yang aktual sehingga dapat difahami dan diaplikasikan oleh semua peserta didik dalam semua tingkatan pendidikan.
Sebagaimana ditegaskan dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH), Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Sebagai gerakan dakwah, maka yang utama bagi Muhammadiyah adalah bagaimana pesan-pesan dakwah dapat sampai dan diterima oleh masyarakat. Cerita mengenai almarhum Pak AR menemui Mendagri Amir Mahmud di awal Orde Baru, menunjukkan bahwa bagi Muhammadiyah, menyampaikan pesan dakwah adalah hal utama.
Di awal Order Baru dulu ada kebijakan dari Mendagri Amir Mahmud yang melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Muhammadiyah menjadi pengurus Muhammadiyah. Pak AR melakukan silaturrahim ke Mendagri Amir Mahmud untuk menegoisasikan kemungkinan pemberian kelonggaran. Paling tidak, dalam wilayah tertentu yang kehadiran PNS untuk mengurus Muhammadiyah, amat diperlukan. Mendagri ternyata tetap pada pendiriannya; melarang PNS menjadi pimpinan Muhammadiyah. Pak AR kemudian meminta Mendagri untuk mengijinkan PNS dari warga Muhammadiyah membuat pengajian di kantor. Mendagri mengijinkan permintaan Pak AR tersebut. Sejak itu, tumbuh subur pengajian di kantor-kantor hingga sekarang.
Sepenggal kisah tersebut menunjukkan bahwa komitmen Muhammadiyah terhadap aktitivitas dakwah cukup tinggi. Bagi Muhammadiyah, yang penting adalah bagaimana pesan dakwah itu bisa sampai kepada ummat Islam. Betapapun ada kesulitan dan kekurangan di sana sini.
4. Tajdid Dakwah Muhammadiyah awal abad 20
Persyarikatan yang didirikan oleh K.H.A Dahlan pada tanggal 8 Dzu al-Hijjah 1330 H., bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1912 M. di Yogyakarta ini menurut Kuntowijoyo, mendatangkan perubahan terutama pada dua bidang; pemikiran Islam dan kelembagaan. Dalam bidang pemikiran Islam, Muhammadiyah memudahkan pemahaman pemikiran Islam dari sumber utamanya; al-Qur’an dan al-Sunnah serta berupaya membersihkan Islam dari segala unsur bid’ah, khurafat dan tahayul. Di bidang kelembagaan, Muhammadiyah memperkenalkan pengorganisasian suatu aktivitas secara permanen seumpama rumah sakit, kegiatan dakwah secara umum dan Majlis Tarjih; sebuah lembaga yang meghimpun ulama-ulama dan para ilmuan dari berbagai disiplin ilmu untuk bermusyawarah bersama, meneliti, membanding dan memilih pendapat yang dianggap lebih benar dan lebih dekat dengan al-Qur’an dan al-Sunnah dan kelembagaan kegiatan (Kuntowijoyo, ‘’Perlu Mengembangkan Masyarakat’’, dalam Salam, no. 20, tahun IV, edisi 20-26 Jumadi al-Awal 1410 Hijriah, h. 4. Lihat Sahlan Rosyidi, Kemuhammadiyahan Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah II, Solo, Mutiara, 1984, h. 34).
Pelembagaan kegiatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah, apalagi mempunyai cakupan bertaraf nasional, tergolong baru di jamannya. Waktu itu, semua kegiatan yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia bersifat lokal dan tidak terlembagakan dan cenderung terpusat pada figur tertentu. Ketika figur itu mengalami uzur tetap karena usia tua atau wafat, kegiatan yang telah dirintisnya tidak jarang mengalami kemunduran dan kemandekan. Pasang surut kegiatan umat Islam, dengan demikian, tergantung pada keberadaan individu. Bila penerusnya telah tersiapkan dengan baik, maka aktivitas dakwah yang telah dirintis itu akan mengalami peningkatan dan kemajuan. Sebaliknya, bila generasi penerus tidak tersiapkan, rintisan tersebut akan teggelam bersama dengan tenggelamnya sang figur pendiri.
Sejak kelahiran Muhammadiyah, konsep dakwah mengalamai perluasan makna dan cakupan. Dakwah tidak lagi sebatas dan identik dengan berceramah. Aktivitas yang terkait dengan penyelenggaraan rumah sakit, pendidikan, panti sosial dan tentu saja aktivitas penyelenggaraan pengajian dan pengkajian serta berceramah adalah dakwah. Semua aktivitas yang dilakukan oleh Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yag sebenar-benarnya, adalah dakwah. Aktivitas dakwah kemudian dilembagakan dan diorganisir secara permanen oleh Muhammadiyah.
Setelah berjalan satu abad, pelembagaan dakwah yang dirintis dan diperkenalkan oleh Muhammadiyah sudah menjadi milik umat Islam secara umum. Semua kegiatan dan aktivitas dakwah umat Islam telah terlembagakan dengan baik. Pelembagaan kegiatan dakwah yang di masa lalu masih terasa asing, sekarang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas dakwah umat Islam.
5. Tantangan dan Peluang Dakwah
Ada beberapa tangtangan dan sekaligus peluang dalam aktivitas dakwah ke depan. Pertama, problema kehidupan masyarakat semakin komplek. Kompleksitas kehidupan itu terkait dengan perubahan sosial politik, terutama pasca reformasi. Perubahan alam pikiran yang cenderung pragmatis, materialistik, hedonis dan individualistik. Priblema lain terkait dengan penetrasi budaya asing, multikulturalisme dan globalisasi informasi.
Kehidupan umat Islam yang semula lebih berorientasi pada idealisme bergeser menjadi cenderung berorientasi pada nilai guna dan manfaat individual semata. Idealitas sering terabaikan, digantikan dengan kecenderungan pragmatisme kehidupan yang berorientasi pada pemuasan dan perolehan serta kesenangan terhadap hal-hal yang bersifat materi. Muncul pula kecenderungan pemikiran dan gerakan yang semakin radikal baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Yang berasal dari dalam negeri misalnya NII (palsu) yang gentayangan di sekolah dan kampus untuk melakukan rekrutmen anggota. Para anggota itu didoktrin mengenai pentingnya menebus dosa bila ingin masuk sorga dengan memebrikan uang sebanyak-banyaknya kepada organisasi NII, betapapun dengan cara menipu atau mencuri baik harta orang tua maupun milik orang lain.
Pemikiran dan gerakan radikal yang berasal dari luar negeri dan berkembang di Indonesia sekurang-kurangnya ada 7 kelompok. Mereka itu adalah; Pertama, gerakan salafi yang mengusung faham neo-wahabi yang mendapatkan dukungan dari Saudi Arabia untuk dikembangkan kepada umat Islam di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kedua, gerakan jihadi. Gerakan ini dimotori terutama oleh mantan pejuang Afghanistan ketika melawan Uni Sovyet. Ketiga, al-Ikhwan al-Muslimun. Gerakan yang didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir ini meski berusaha mewujudkan sistem khilafah, tapi mentoleransi kehadiran nation-state asalkan bentuknya negara Islam. Dalam bentuk partai, kelompok ini terwadahi dalam Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Keempat, Hizbut Tahrir. Gerakan yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani ini ingin membangkitkan kembali sistem khilafah dan berusaha menerapkan seluruh sistem Islam secara kâffah tanpa ada kompromi dengan sistem-sistem di luar Islam. Karena itu, gerakan ini menolak kerhadiran nation-state. Kelima, Syi’ah. Gerakan yang kurang memulyakan Abu Bakar, Umar, Ustman, Abu Hurairah ini mempunyai basis di Iran, Irak, Bahrain dan Libanon. Di Indonesia, penyebaran Syi’ah dilakukan oleh dua jalur negara dan swasta. Jalur resmi negara dilakukan di antaranya dengan mendidirikan Iran Corner di kampus-kampus. Jalur swasta dilakukan melalui organisasi swasta yang terhimpun dalam wadah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Keenam, Jama’ah Tabligh. Gerakan yang para elitnya memusuhi tokoh-tokoh da’wah seumpama Muhammad ibn Abd Wahhab di Najd, Abu A’la al-Maududi di Pakistan dan Sayyid Quthb (tokoh al-Ikhwan al-Muslimun) di Mesir ini, didirikan di India oleh Maulana Ilyas Khan Dhalvi. Ketujuh, Ahmadiyah. Gerakan yang didirikan Ahmad Mirza Ghulam Ahmad di India ini, berpusat di Inggris dan dapat sokongan penuh dari Inggris dan Amerika.
Tantangan lain adalah semakin berperan para juru da’wah kontemporer dan cenderung menggeser peran da’wah NU, Muhammadiyah, Persis dan ormas lain serta semakin berperannya media elektronik dan teknologi informasi lainnya dalam membentuk pola pikir dan prilaku masyarakat. Kedahsyatan pengaruh media elektronik dan teknologi informasi lain seumpama facebook, bolgger dan lainnya, dapat dilihat dari keberhasilan facebookers melawan apa yang disebut ’kriminalisasi’ KPK. Bukti lain dari kedahsyatan tersebut akibat pemberitaan media asing seumpama majalah The Economist (London), koran The Asian wall Street Journal, The New York Time dan Asia Times tentang skandal-skandal di Indonesia sepanjang Nopember 2009, relatif efektif dalam menghasilkan delegitimasi terhadap Presiden SBY (Azyumardi Azra, Republika, 3 Desember 2009).
Dalam kehidupan aqidah umat juga ditemukan semakin hidup suburnya takhayyul dan khurafat. Fenomena dukun cilik ”mbah” Ponari yang dikunjungi oleh puluhan ribu manusia untuk dimintai berkah, menunjukkan masih (atau malah bertambah) kuatnya takhayyul dan khurafat itu. Iklan reg mama Loren, Jiko Bodo dan lain-lain yang secara bebas di media elektronik juga memberikan petunjuk masih kuatnya takhayyul dan khurafat tersebut.
Pola kehidupan ibadah umat Islam juga masih belum sepenuhnya sejalan dengan tuntunan Nabi saw. Penyalahgunakan aktivitas doa umpamanya baik untuk kepentingan poliitis maupun bisnis dengan mudah dapat dijumpai. Aktivitas politik yang melakukan doa bersama dari penganut berbagai agama merupakan hal yang biasa dijumpai di negeri ini. Doa secara bergiliran dipimpin oleh berbagai tokoh agama. Tidak disadari, bahwa ketika mengaminkan doa, yang bersangkutan sesungguhnya sedang meminta sesuatu kepada tuhan orang yang meminmin doa tersebut. Kalau yang diaminkan doa non muslim, maka yang mengaminkan itu sesungguhnya tengah meminta kepada tuhan dia.
Dalam berbagai aktivitas training spiritual, juga dijumpai penyalahgunaan tersebut. Salah satu contoh ada suatu lembaga yang bergerak secara khusus menangani training spiritual, melakukan aktivitas sebagai layaknya ibadah haji lengkap dengan berbagai tahapan haji. Di tempat itu ada ka’bah, jamarat dan sebagainya.
6. Orientasi Dakwah Ke Depan
Ke depan, aktivitas dakwah diorientasikan kepada;pertama, kemandirian umat. Umat dibebaskan dari ketergantungan kepada selain Allah. Umat dibebaskan dari berbagai kepercayaan selain Allah seumpama percaya kepada dukun, tukan ramal, berhala politik dan tuhan-tuhan palsu lain yang secara potensial dapat menyesatkan dan memperdayai umat. Orientasi kemadirian yang merupakan misi profetik para Rasul, bermodal utama tauhidullah (pengesaan Allah). Misi kenabiah Nabi Ibrahim As. dan Nabi Muhammad Saw., umpamanya, adalah merupakan upaya membebaskan masyarakatnya dari ketergantungan hidup kepada selain Allah. Dengan tauhidullah pula, masyarakat diserukan untuk tidak percaya kepada para dukun, tukang ramal, berhala politik, dan tuhan-tuhan palsu lainnya yang menyesatkan dan memperdayai. Jadi, tauhidullah harus ditindaklanjuti dengan tauhid al-ibadah (unifikasi ibadah) dan tauhid al-ummah (penyatuan umat) menuju pembentukan khaira ummah (umat terbaik) yang selalu tampil membela dan melayani kepentingan umat manusia.Kedua, aktivitas dakwah diorientasikan kepada terwujudnya visi Muhammadiyah; terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah suatu komunitas atau masyarakat yang hidup teratur, mempunyai tujuan dan aturan main berkelompok untuk mewujudkan suatu tujuan dan memiliki berbagai keutamaan dan keunggulan.
Karakteristik keutamaan dan keunggulannya itu terdapat pada sifat-sifat dan aktivitas yang dimiliki. Yakni, umat yang melakukan aktivitas mengajak kepada kebaikan dengan cara melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Selama umat Islam melakukan aktivitas tersebut, predikat sebagai umat terbaik dan unggulan masih akan melekat padanya. Karena itu, umat Islam harus selalu melakukan dan mengembangkan aktivitas tersebut.
Secara garis besar, masyarakat Islam yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah mempunyai beberapa karekteristik sebagai berikut:
1. saling mengingatkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian umat.
2. peduli dan saling memberdayakan (jasad dan bunyân).
3. mempunyai sikap welas asih, tidak keras kepala, pemaaf, mempunyai dan mengembangkan tradisi syura dalam menyelesaikan berbagai masalah dan melibatkan Allah dalam segala aktivitas dengan keyakinan Allah akan memberikan yang terbaik dan termaslahat QS. 3:159 dan 191).
4. berjiwa ‘izzah (pede) terhadap siapaun, termasuk yang tidak seaqidah dan mengaitkan segala aktivitasnya dalam kerangka perwujudan mencari ridha dan ekepresi cinta kepada Allah dan rasul-Nya (QS. 5: 54).
5. berpaham keagamaan moderat dan dapat memberikan teladan; tidak ke kiri dan tidak pula ke kanan; tidak kaku dan tidak pula permisif dalam menjalankan syariah (QS. 2: 143 dan QS.1: 6-7). Semangat keberagmaannya adalah kepasrahan dan siap diatur oleh Islam (2: 128).
6. dalam memahami agama juga mencerminkan pandangan tengah; ada integrasi antara tekstualitas, kontekstualitas dan historisitas, dan
7. pandangannya terhadap kehidupan dunia mencerminkan sikap tengahan. Kehidupn dunia sebagaimana dalam QS. 27: 77, dipahami bersifat integratif; Kebahagiaan hidup di akhirat hanya dapat diwujudkan dengan fasilitas yang ditawarkan oleh kehidupan di dunia. Dunia tempat menanam dan akhirat tempat segala yang ditanam di dunia dipanen. Tidak ada sikap tenggelam dalam kenikmatan materi dengan mengabaikan kehidupan spiritual. Sebaliknya, tidak ada sikap hanya tenggelam dalam kehidupan spiritual dengan mengabaikan kehidupan dunia.
7. Model dan Strategi Dakwah
Untuk kepentingan dakwah ke depan, di samping secara terus menerus mengoptimalkan aktivitas yang sudah ada, beberapa pilihan dapat dilakukan Muhammadiyah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah. Pertama, melakukan revitalisasi keluarga. Al-Qur’an surat al-Hasyr (66) ayat 7 menegaskan keharusan memelihara dan menjaga diri dan keluarga. Artinya, perintah untuk melakukan revitalisasi dakwah secara terus menerus dan berkelanjutan dari diri dan keluarga. Keluarga, sebagimana dipandukan dalam Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah, difungsikan sebagai a. media sosialisasi nilai-nilai ajaran Islam b. kaderisasi; sebagai pelansung dan penyempurna gerakan da’wah, c. sebagai media pemberian keteladanan dan pembiasaan amal Islami, dan d. media penciptaan suasa dan kehidupan islami dalam bentuk membangun pergaulan yang saling mengasihi, menyayangi, saling menghargai danmenghormati, memelihara persamaan hak dan kewajiban. Kedua, optimalisasi mesin persyarikatan dalam bentuk pemberdayaan ranting dan amal usaha secara maksimal sebagai media dakwah. Pimpinan persyarikatan dan pimpinan amal usaha baik bidang pendidikan, kesehatan dan sosial secara aktif dan sungguh-sungguh berkerja sama mengefektifkan gerakan dakwah di ranting dan amal usaha. Diprogramkan secara sistemik, amal usaha, terutama yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial untuk menjadikan peserta didiknya sebagai kader-kader Islam yang dipersiapkan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ketiga, sebagai telah diungkapkan di atas tentang kedahsyatan pengaruh media elektronik dan teknologi informasi dalam membentuk pola pikir dan prilaku masyarakat, merupakan keniscayaan dakwah Muhammadiyah memanfaatkan media elektronik dan teknologi informasi. Saatnya Muhammadiyah mulai berdakwah melalui dunia maya sumpama lewat facebook, bolgger dan sebangsanya. Dalam pemanfaatan media elektronik, mungkin Muhammadiyah dapat mengambil bagian dalam mengisi acara tertentu di televisi lokal yang pada masa mendatang akan banyak dikembangkan.Keempat, menjadikan maal sebagai obyek dakwah. Munculnya maal baru sesungguhnya memberikan peluang untuk berdakwah, sekurang-kurangnya untuk membantu pengunjung maal melaksanakan shalat jum’at. Bagi Muhammadiyah, ini merupakan lahan dakwah yang relatif strategis. Di antara jama’ah, ada berasalah dari kalangan menengah atas. Dari mereka dapat dikembangkan jaringan di kalangan masyarakat menengah atas yang belakangan banyak dikuasai oleh kelompok lain. Keenam, melakukan sinergi dengan berbagai majlis dan lembaga di lingkungan Muhammadiyah. Sebenarnya Muhammadiyah mempunyai obyek dakwah yang tidak pernah kering. Mereka datang ke Muhammadiyah, baik ketika sakit yang ditampung oleh balai pengobatan Muhammadiyah, atau sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Selama ini, mereka belum secara maksimal dijadikan sebagai obyek dakwah betapapun Muhammadiyah telah menegaskan semua amal usaha yang dimiliki adalah media dakwah Muhammadiyah. Sinergi dengan berbagai majlis dan lembaga dapat membantu terselenggaranya aktivitas dakwah secara maksimal.
BAB III
PENUTUP
Dalam menjalankan gerakan dakwah Muhammadiyah masih mempunyai tugas yang cukup berat terutama dalam melakukan purifikasi dalam masalah aqidah dan ibadah. Namun demikian, mujahid dakwah Muhammadiyah diharapkan tetap mempunyai optimisme dan harus senantiasa melakukan revitalisasi gerakan dengan maksimal. Moralitas profetik atau kenabian merupakan sesuatu yang wajib dipertahankan dengan segala upaya ang ada, agar dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Aktualisasi ritual religius (ibadah mahdah) dan sosial religius (ghairu mahdah) harus dilakukan dengan pendekatan dakwah yang penuh dengan kasih sayang tidak dengan cara mendikriditkan dan bersikap kasar seperti yang telah dicontohkan oleh K.H Ahmad Dahlan sebagai sosok Muhammadiyah yang utuh dan komprehensif. Dinamisasi dalam aspek sosial religius harus senantiasa dilakukan dengan tetap berorientasi kepada nilai-nilai religius yang ada dalam Alquran dan as-Sunnah. Metode dakwah yang harus dilakukan di tengah-tengah masyarakat saat ini, harus tetap mengacu kepada ketentuan Allah salam surat an-Nahal ayat 125 dan mempergunakan sain dan teknologi komunikasi demi tercapainya keberhasilan dakwah Muhammadiyah.
No comments:
Post a Comment