IMPLEMENTASI METODE INKUIRI
DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN
Oleh: Wenny Nurul ‘Aini*
(Isteri Tarqum Aziz, SHI)
Al-Qur’an sebagai salah-satu di antara dua kekuatan
sumber Islam (sebelum hadits) oleh seorang pemikir kontemporer asal Pakistan
yang bernama Fazlurrahman (1996: 1), dianggap sebagai dokumen untuk manusia.
Hal ini dikarenakan al-Qur’an bukan hanya memuat kandungan hukum normatif dan
sejarah an-sich, tetapi lebih jauh di dalamnya juga memuat berbagai
konsep-konsep kehidupan, salah-satunya menyentuh tentang ilmu pengetahuan.
Asumsi Islam sebagai pengangkis umat dari kehidupan
yang gelap ke arah kehidupan yang bercahaya merupakan lukisan konkret tentang
pemaknaan tertinggi kedatangan Islam. Rasulullah yang dalam hal ini bertindak
sebagai penerima al-Qur’an, berperan untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk
tersebut yaitu menyucikan dan mengajarkan manusia. Menurut Quraish Shihab
(1996: 172), konsep al-Qur’an tentang menyucikan di sini dapat diidentikkan
dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi anak didik
dengan pengatahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.
Kedua diktum yang diproklamirkan oleh al-Qur’an adalah
untuk menyucikan dan mengajarkan kitab Allah kepada umat manusia. Oleh karena
itu, tugas utama yang harus diperankan oleh seorang guru adalah
mentransformasikan ilmu pengatahuan kepada anak didik. Hal ini mengingat
sebagian besar waktu dalam kehidupan siswa di sekolah adalah bersama guru,
sehingga dalam konteks ini tidak mengherankan jika tuntutan kapabilitas,
profesionalitas, kompetensi dan kemapanan serta kesiapan secara personal (life
skill personality) menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk
diaplikasikan..
Hasil penelitian tokoh pendidikan dari USA, John
Goodlad menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan
proses pembelajaran dan prestasi mereka (Trianto, 2005: 36). Pendapat ini jelas
dapat diterima karena ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup
pintu kelas, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh para
guru. Alsan tersebut pun sangat logis karena ketika proses pembelajaran berlangsung,
guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang
menarik siswa sehingga perannya dapat menebarkan motivasi prestasi.
Pada hakikatnya, dalam proses interaksi belajar
mengajar, guru adalah sosok yang memegang peranan penting dalam memberikan
pelajaran dan siswa adalah anak yang menerima pelajaran. Oleh karena itu,
kegiatan dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa diperlukan pengetahuan atau
kecakapan atau keterampilan sebagai guru. Tanpa ini semua, tidak mungkin proses
interaksi belajar mengajar dapat berjalan secara kondusif dan profesional.
Disinilah posisi idealisme kompetensi (kemampuan) guru mutlak diperlukan dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, sebagaimana ungkapan dalam kitab al-Tarbiyatu wa al-Ta’lim yang
berbunyi:
فَالتَّرْ
بِيَةُ بِاْلمَعْنَ اْلعَامِ هِىَ كُلُّ مُؤَ ثِّرٍ فىِ تَكْوِيْنِ الشَخْصِ الجَسْمَانِىِّ
وَاْلجَسْمَانىِ وَاْلخُلُقِىَّ مِنْ حَيْنَ وِلاَدَتِهِ إِلىَ مَوْتِهِ,
وَتَشْمِلُ جَمِيْعُ الْعَوَامِلِ سَوَاءٌ أَكَانَتْ مَقْصُوْدَةٌ كَالتَرْ بِيَةِ
وَاْلمَتْرِلِيَّةِ وَاْلمَدْرَسِيَّةِ, اَمْ غَيْرُمَقْصُوْدَةٌ كَالتَرْبِيَةِ
الَّتِى تَجِيْئُ عَرْضًاوَمَنْ تَأ ثِيْرِ البِيْئَةِ الطَبِيْعِيَّةَ
وَاْلاِجْتِمَاعِيَّةِ وَغَيْرِذَلِكَ
Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk dan
membangun kepribadian anak didik menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa
dan agama. Tugas guru tidak hanya berputar dalam skop sebagai tenaga profesi
yaitu mendidik (mentransfer nilai-nilai hidup), mengajar (mengembangkan
disiplin ilmu pengetahuan) dan melatih (mengembangkan keterampilan), tetapi
juga sebagai tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan yang ikut proaktif terhadap
kebutuhan masyarakat, bangsa dan agama (Djamarah, 2008: 37). Sedangkan ruh
sebuah lembaga pendidikan adalah kualitas proses belajar-mengajar yang
diciptakan dan kualitas produks yang dihasilkan. Sebuah upaya membangun lembaga
pendidikan yang efektif dan bonavid, apapun bentuknya, menjadi tidak bermakna
bila tidak diikuti dengan upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi
setiap siswa. Sebab suasana kundusif itu-lah merupakan bagian dari embrio
pendidikan yang akan berakibat pada prestasi belajar.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung
jawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual atau-pun
kolektif-klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Semua ini berarti
memberi penegasan bahwa seorang guru minimal memiliki dasar-dasar kompetensi
(kecakapan) sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas (Djamarah,
2000: 33). Guru adalah ujung tombak kegiatan pengajaran di sekolah yang
langsung berhadapan dengan peserta didik. Tanpa adanya peranan guru maka
kegiatan belajar mengajar tidak bisa berjalan dengan semestinya. Dengan
demikian, keberhasilan suatu pembelajaran berakar kuat pada proses substansial
bagaimana metode dan model pembelajaran yang dikembangkan sehingga mampu
menghasilkan sesuatu yang menakjubkan, terutama dalam mencapai target kunci
membangun manusia yang seutuhnya.
Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu
mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif,
afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif,
melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan
terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang
sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai
bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru
semestinya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara
membelajarkan siswa. Inilah yang menjadi eksistensi guru profesional dibutuhkan
untuk melakukan sebuah terobosan baru bagi proses pembelajaran siswa.
Statemen di atas selaras dengan ungkapan Syaikh
Az-Zarnujiy dalam kitabnya Ta'limul Muta'alim yang
menyatakan:
وَأَمَّا اخْتِيَا رُاْلأُسْتَاذِ، فَيَنْبَغِى
أَنْ يَخْتَارَاْلأَ عْلَمَ وَاْلأَوْرَعَ وَاْلأَسَنَّ، كَامَا اخْتَارَأَبُوْ
حَنِيْفَةَ حِيْنَئِذٍ حَمَّادَبْنَ أَبِى سُلَيْمَانَ بَعْدَ التَّأَمُّلِ
وَالتَّفَكُّرِ
Seorang guru seharusnya memiliki pemahaman-pemahaman
yang dalam tentang pengajaran. Mengajar bukanlah kegiatan yang mudah melainkan
suatu kegiatan dan tugas yang berat dan penuh dengan permasalahan. Kemampuan
dan kecakapan sangat dituntut bagi seorang guru. Oleh karenanya, seorang guru
harus memiliki kecakapan dan keahlian tentang keguruan. Kemampuan dan kecakapan
merupakan modal dasar bagi seorang guru dalam melakukan kegiatan atau tugasnya.
Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa, mengatur dan mengorganisasikan
lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan
semangat siswa untuk melakukan kegiatan belajar, terutama sekali untuk mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Salah satu aspek pendidikan Agama yang kurang
mendapatkan perhatian adalah pendidikan membaca al-Qur’an. Pada umumnya orang
tua lebih menitik beratkan pada pendidikan umum sehingga banyak anak muslim
yang belum bisa membaca dan menulis al-Qur’an. Sebagai langkah awal adalah
meletakkan dasar agama yang kuat pada anak sebagai persiapan untuk mengarungi
hidup dan kehidupannya kelak
Mengajar adalah tugas yang begitu kompleks dan maha
sulit, terutama sekali untuk guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
memfokuskan pada pemahaman tentang membaca al-Qur’an secara baik dan benar,
sehingga tidak dapat dilakukan dengan baik oleh seorang guru tanpa persiapan.
Perencanaan pengajaran, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan kegiatan
evaluasi pengajaran merupakan serangkaian kegiatan dalam mengelola pembelajaran
yang dikuasai dan dimiliki oleh seorang guru merupakan bagian dari kompetisi
guru itu sendiri.
Kompetensi dalam proses interaksi belajar mengajar
dapat pula menjadi alat motivasi ekstrinsik, guna memberikan dorongan dari luar
diri siswa. Oleh karena itu, membaca al-Qur’an perlu diajarkan di sekolah-sekolah umum, mulai dari tingkat
Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Atas mengingat masih banyak para siswa di
sekolah umum yang belum bisa baca tulis al-Qur’an. Dengan demikian, setiap
sekolah umum perlu memasukan pelajaran membaca al-Qur’an dalam mata pelajaran
secara khusus.
Berpijak
dari berlangsungsungya proses belajar-mengajar Pendidikan Agama Islam,
khususnya membaca al-Qur’an sebagaimana telah disebutkan di atas, maka sangat
diperlukan suatu metode yang dapat memberdayakan siswa. salah satunya adalah metode
inkuiri.
Metode inkuiri adalah “metode belajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif menguji dan menafsirkan problema secara
saintifik yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian. Menurut Roestiyah ( 2008: 75), metode inkuiri adalah istilah dari bahasa Inggris inquiry yang
berarti suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan
kelas dimana dalam pelaksanaannya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan
masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Dengan
demikian, metode inkuiri dapat mendorong dan mengarahkan siswa untuk
melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar-mengajar dengan melakukan
berbagai kegiatan belajar. Kegiatan tersebut dapat berupa mengumpulkan data
melalui pengamatan, memberikan hipotesa, mencatat dan menafsirkan data serta
mengambil kesimpulan. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri.
Pada metode inkuiri, guru hanya menampilkan faktor atau
kejadian atau demonstrasi. Siswa berusaha mengumpulkan informasi dan mencari
sendiri dari buku, teks, dokumen, data statistik, publikasi dan sebagainya.
Mengajar bukan sekedar ceramah dan berdiri di depan kelas, akan tetapi
bagaimana teknik dan strategi guru dalam mengkomunikasikan pesan/materi
pengajaran, berinteraksi, mengorganisir dan mengelola siswa sehingga dapat
berhasil dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Salah-satu kunci keberhasilan suatu proses pembelajaran
adalah bilamana guru memiliki dan menguasai metodologi pengajaran secara baik.
Oleh karenanya, dalam sub bab ini penulis akan menguraikan tentang
langkah-langkah dan proses aplikatif metode inkuiri sebagaimana dijabarkan oleh
Suryobroto (1990: 46-47)
berikut ini:
1.
Mengidentifikasi kebutuhan siswa.
2. Menyeleksi
pendahuluan terhdap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang
akan dipelajari.
3. Menyeleksi
bahan dan problem.
4. Membantu
memperjelas tugas atau problem yang akan dipelajari dan peranan-peranan
masing-masing siswa.
5. Mempersiapkan
setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.
6. Mengecek
pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa.
7. Memberi
kesempatan pada siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas
siswa.
8. Memberi
kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.
9. Membantu
siswa dengan informasi data jika diperlukan oleh siswa.
10. Memimpin
analisa sendiri (self analiysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan
mengidentifikasi proses.
11. Merangsang
terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa yang lain.
12. Memuji dan
membesarkan siswa yang aktif dan giat dalam penemuan.
13. Membantu
siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.
Berpijak dari teori di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
untuk mengaplikasikan metode inkuiri membutuhkan beberapa langkah yang harus
dipersiapkan oleh guru agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara
efektif-efesien, optimal dan totalitas. Adapun langkah-langkah tersebut yang
sudah dijabarkan di atas, menurut penulis yang paling urgen adalah obsevasi,
bertanya, mengajukan dugaan atau hipotesis, mengumpulkan data dan yang terakhir
adalah menyimpulkan atau membrikan konklusi.
Pendekatan inkuiri dalam mengajar mencakup pendekatan modern
yang sangat didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan
bahwa sekolah menciptakan “kultur bisu” tidak akan terjadi apabila pendekatan
ini digunakan. Pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan apabila dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a.
guru harus terampil memilih persoalan yang
relevan untuk diajukan kepada kelas (persoalan besumber dari bahan pelajaran
yang menantang siswa atau yang problematis) dan sesuai dengan daya nalar siswa;
b.
guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar
siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan;
c.
adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup;
d.
adanya kebebasan siswa untuk berpendapat,
berkarya, berdiskusi;
e.
partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan
belajar; dan
f.
guru tidak banyak intervensi terhadap kegiatan
siswa (Nana Sudjana, 1995: 74).
Pembelajaran inkuiri merupakan pengajaran dimana guru dan
siswa menpelajari gejala-gejal ilmiah dengan pendekatan dan jiwa ilmuwan.
Dengan demikian, metode inkuiri menuntut siswa untuk mengembangkan aktivitasnya
sendiri baik secara berkelompok atau secara sendiri-sendiri tergantung pada
setting yang ditentukan sebelumnya.
Keberhasilan suatu apapun adalah tergantung pada metode yang
digunakan. Sebab jika metode yang digunakan tidak realibel dan aplikatif, maka
apa saja yang kita harapkan tidak akan berhasil. Demikian pula halnya dengan
proses belajar mengajar yang dalam hal ini bagaimana dan metode apa yang
digunakan serta bagaimana pula metode tersebut digunakan oleh guru dalam proses
belajar mengajar.
Adapun peranan guru ketika menggunakan metode inkuiri adalah
sebagai berikut:
a.
Guru sebagai Fasilitator
Tugas guru sebagai fasilitator adalah dituntut untuk
mempunyai kapabilitas dalam mengupayakan fasilitas sumber pelajaran yang akan
diterapkan untuk dijadikan bahan motivasi dalam mencapai tujuan proses belajar
mengajar yang baik dalam bentuk keynote speaker, buku, majalah, koran dan lain
sebagainya. Demikian pula, tugas guru sebagai fasilitator dalam metode inkuiri
adalah menyiapkan tugas atau problem yang akan dipecahkan oleh siswa,
memberikan klarifikasi-klarifikasi, menyiapkan setting kelas, menyiapkan
alat-alat dan fasilitas belajar yang diperlukan, memberikan kesempatan
pelaksanaan, sumber informasi jika diperlukan dan membantu siswa agar dapat
sendiri merumuskan kesimpulan dan implikasi-implikasinya.
b.
Guru sebagai Dinamisator
Adapun tugas guru sebagai dinamisator dalam metode inkuiri
adalah merangsang terjadinya self analysis, merangsang terjadinya
interaksi, memuji dan membesarkan hari siswa untuk lebih bergairah dalam
kegiatan-kegiatannya. Hal ini sejalan dengan ungkapan Sahad (1987: 14) yang
menyatakan:
Teacher are responsible for guiding, moulding and
improving the career of the community. They are like torch-light in darkness.
As the earth derives tight and energy from the sun, similiarly the pupils
receive knowledge and guidence from their teacher. The teacher are like the
moon and the students are just like the star so the seekers of knowledge and the learned teacher accupy on
exceptionally prominent place in society.
Variasi-variasi
metode yang dapat diterapkan dalam proses belajar al- Qur’an dirumuskan sebagai
berikut:
- Menggunakan
buku pada saat klasikal peraga
Murid dengan gaya
belajar visual membutuhkan visualisasi tulisan yang jelas dan terjangkau. Guru
memberikan toleransi bagi murid dengan gaya belajar visual untuk melihat
tulisan di buku pada saat klasikal. Ini
akan mempermudah murid untuk mengakses tulisan dengan baik, jika visualisasi
pada alat peraga kurang memadai. Langkah ini bisa diterapkan untuk murid yang
kesulitan membaca dengan alat peraga karena faktor tulisan kecil atau jauh.
- Pengulangan
Murid dengan gaya belajar auditori membutuhkan suara bacaan
yang jelas dan terjangkau. Maka guru dapat melakukan pengulangan-pengulangan
pada Teknik 1 jika membaca kalimat-kalimat yang panjang dan kompleks, dengan
catatan tetap memperhatikan manajemen waktu. Pengulangan dapat dilakukan oleh
guru atau oleh murid yang menguasai bacaan dengan baik untuk memotivasi murid
yang lain. Pengulangan juga berfungsi untuk membantu murid memahami konsep yang
sedang dipelajari.
- Pelibatan Murid.
Murid dengan gaya
belajar kinestetik membutuhkan banyak gerak dalam belajar. Guru dapat
mengatasinya dengan melibatkan murid dalam penggunaan alat peraga. Mintalah
salah satu murid untuk maju ke depan dan menunjuk tulisan pada alat peraga pada
saat klasikal dengan Teknik 1 dan 2. Pelibatan murid ini dapat dilakukan secara
bergantian terutama pada murid yang cenderung moving atau banyak gerak.
Cara ini juga dapat diterapkan untuk mengatasi anak yang mengalami kesulitan
dalam memusatkan perhatian pada saat klasikal.
- Penggabungan metode klasikal baca simak
Pada kondisi tertentu dimana murid menghadapi konsep
bacaan yang sulit, kalimat yang kompleks dan panjang, murid mengalami kebosanan
atau kelelahan sehingga hilang konsentrasi. Kondisi ini dapat diatasi dengan
menggabungkan metode klasikal dan metode baca simak. Jika pada saat menerapkan
metode baca simak dengan buku banyak murid yang mengalami kesulitan membaca,
tersendat, dan hilang konsentrasi, maka guru segera mengambil langkah. Caranya
dengan kembali memusatkan perhatian murid pada alat peraga. Tujuannya adalah
untuk lebih memahamkan konsep, dan mengetahui dimana letak kesulitan yang
dialami.
Penggabungan klasikal peraga dengan baca simak yaitu
murid membaca kalimat, murid yang lain mendengarkan, kemudian jika ada
kesalahan dikoreksi, lakukan pengulangan konsep secara singkat. Kemudian guru
dan murid membaca bersama-sama kalimat tersebut. Murid kedua membaca kalimat
berikutnya, murid yang lain mendengarkan, kemudian guru dan murid membaca
bersama-sama kalimat tersebut, dan seterusnya sampai semua kalimat di halaman
peraga terbaca.
Guru yang profesional tidak hanya
menguasai sejumlah materi pembelajaran, namun penguasaan pendekatan dan
metode pembelajaran yang tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk itu
perlu kiranya para guru mampu menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar
pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Metode inkuiri adalah “metode belajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif menguji dan menafsirkan problema secara
saintifik yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian”. Metode inkuiri yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah metode yang mendorong dan mengarahkan
siswa untuk melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar-mengajar dengan
melakukan berbagai kegiatan belajar.
Kegiatan tersebut dapat berupa mengumpulkan data melalui
pengamatan, memberikan hipotesa, mencatat dan menafsirkan data serta mengambil kesimpulan.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Oleh karena itu,
seorang guru dalam pembelajaran membaca al-Qur’an dengan inkuiri semestinya
memiki pendekatan konsep.
Pendekatran konsep merupakan model, di mana siswa dibimbing
memahami suatu bahasan dengan memahami konsep-konsep yang terkandung
didalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep
yang menjadi sasaran utama pembelajaran. Pendekatan ini kurang memperhatikan
aspek student centre. Guru terlalu dominan dan siswa membimbing untuk
memahami konsep. Hal ini selaras dengan pendekatan inkuiri yang membelajarkan
siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia
fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli
penelitian. Pendekatan inkuiri berarti guru merencanakan situasi sedemikian
rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang digunakan para
ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan
langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg, membuat ramalan,
dan penjelasan yang menunjang pengalaman.
* Wenny Nurul ‘Aini, S. Pd. I adalah alumni
Pendidikan Agama Islam, Tarbiyah STAIN Purwokerto, sekarang mengabdi di SMP
Islam al-Irsyad Gandrungmangu sebagai guru Pendidikan Agama Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Az-Zarnujiy, Syaikh. t.t. Ta'limul Muta'alim. Semarang: Pustaka
Utama.
Depag RI. 2003. Al-Qur’an dan
Terjemahannya. Semarang:
Toha Putra.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
_____________________ 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fazlurrahman. 1996. Tema Pokok Al-Qur’an. Bandung: Pustaka.
Qasim Bakr, Muhammad. t. t. al-Tarbiyatu wa al-Ta’lim. Surabaya: Maktabah
al-Hidayah.
Quraish Shihab, M. 1996. Membumikan
Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahad A.R. 1987. The Rights of Allah
and Human Rights. India: Syah Offset
Printer.
Sudjana, Nana. 1995. Cara Belajar Siswa Akitif dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suryobroto. 1990. Metode Pengajaran di Sekolah. Yogyakarta:
Amarta.
Trianto. “Profesionalitas Guru Masa Depan”, dalam Majalah Mimbar
Pembangunan Agama,. No. 223, April 2005.
No comments:
Post a Comment