Muhammadiyah
Gerakan Islam Muhammadiyah
Ade Subandi, Muhammadiyah merupakan salah satu
orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh
K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang
dari gerakan pembaharuan Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya,
yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah,
Muhammad bin Abdul Wahab, Sayyid Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha, dan sebagainya. Pengaruh gerakan pembaharuan tersebut terutama berasal
dari Muhammad Abduh melalui tafsirnya, Al-Manar, suntingan dari Rasyid Ridha
serta majalah Al-Urwatul Wustqa.
Tokoh Pendirinya
Pendiri Muhammadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan.
Ia lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta, tahun 1868 M dengan nama Muhammad
Darwis. Ayahnya adalah K.H. Abubakar, seorang Khatib masjid Besar Kesultanan
Yogyakarta, yang apabila dilacak silsilahnya sampai kepada Maulana Malik
Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim, Penghulu kesultanan
Yogyakarta. Jadi, kedua orang tua K.H. Ahmad
Dahlan juga merupakan keturunan ulama.
Meskipun Muhammad Darwis berasal dari kalangan
keluarga yang cukup terkemuka, tetapi ia tidak sekolah di Gubernemen (waktu
itu), melainkan diasuh dan dididik mengaji Alquran dan dasar-dasar ilmu agama
Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. Hal itu karena pada waktu itu ada suatu
pendapat umum bahwa barang siapa memasuki sekolah Gubernemen,
maka dianggap kafir atau Kristen.
Pada usia delapan tahun ia telah lancar membaca
Alquran hingga khatam. Kemudian ia belajar fikih kepada K.H. Muhammad Saleh,
dan nahwu kepada K.H. Muhsin. Keduanya adalah kakak ipar Muhammad Darwis
sendiri. Ia juga berguru kepada K.H. Muhammad Nur dan K.H. Abdul Hamid dalam
berbagai ilmu.
Pada tahun 1889 M ia dinikahkan dengan saudara
sepupunya, Siti Walidah, putri K.H. Muhammad Fadil, Kepala Penghulu Kesultanan
Yogyakarta. Beberapa bulan setelah pernikahannya, atas anjuran ayah bundanya,
Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji. Ia tiba di Mekah pada bulan Rajab 1308
H (1890 M). Setelah menunaikan umrah, Ia bersilaturahmi dengan para ulama, baik
dari Indonesia maupun Arab. Di
antaranya, ia mendatangi ulama mazhab Syafii
Bakri Syata’ dan mendapat ijazah nama Haji Ahmad Dahlan. Ia telah berganti
nama, dan juga bertambah ilmunya. Sepulang dari ibadahnya itu, ia membantu
ayahnya mengajar santri-santri remaja. Sehingga, ia mendapat sebutan K.H.
Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1896 M ia diangkat menjadi khatib di
masjid Besar oleh kesultanan Yogyakarta dengan gelar “khatib amin”. Ia juga
berdagang batik ke kota-kota di Jawa. Ia pernah diberi modal oleh orang tuanya
sebanyak F. 500,00 pada tahun 1892, tetapi sebagian besar digunakan untuk
membeli kitab-kitab Islam. Dalam perjalanan dagang itu, ia selalu b
ersilaturahmi kepada para ulama setempat dan
membicarakan perihal agama Islam dan masyarakatnya. Perjalanan demikian
bertujuan untuk mempelajari sebab-sebab kemunduran kaum muslimin dan mencari
jalan keluar untuk mengatasinya.
Tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bertemu dengan Dr.
Wahidin S
udirohusodo di Ketandan, Yogyakarta. Ia
menanyakan berbagai hal tentang perkumpulan Budi Utomo dan tujuannya. Setelah
mendengarkan penjelasan darinya, ia ingin bergabung dengan organisasi tersebut.
Ia m
ulai belajar berorganisasi. Pada tahun 1910, ia
pun menjadi anggota ke-770 perkumpulan Jami’at Khair Jakarta. Ia tertarik
kepada organisasi ini karena organisasi ini telah lebih awal membangun
sekolah-sekolah agama dan bahasa Arab, di samping bergerak dalam bidang sosial
dan giat membina hubungan dengan pemimpin-pemimpin di negara-negara Islam yang
telah maju. Dari pengalamannnya yang ia dapatkan, ia m
enyadari bahwa usaha perbaikan masyarakat itu
tidak mudah jika dilaksanakan sendirian, melainkan dengan berorganisasi bekerja
sama dengan banyak orang.
Berdirinya Muhammadiyah
Suatu ketia Ia menyampaikan usaha pendidikan
setalah selesai
menyampaikan santapan rohani pada rapat
pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta. Ia menyampaikan keinginan mengajarkan
agama Islam kepada para siswa Kweekschool Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh
R.
Boedihardjo, yang juga pengurus Budi Utomo.
Usul itu disetujui, dengan syarat di luar pelajaran resmi. Lama-lama peminatnya
banyak, hingga kemudian mendirikan sekolah sendiri. Di antara para siswa
Kweekschool Jetis ada yang memperhatikan susunan bangku, meja, dan papan tulis.
Lalu, mereka menanyakan untuk apa, dijawab untuk sekolah anak-anak Kauman
dengan pelajaran agama Islam dan pengetahuan sekolah biasa.
Mereka tertarik sekali, dan akhirnya
menyarankan agar penyelelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar
berkelanjutan sepeninggal K.H. Ahmad Dahlan kelak.
Sebenarnya, mengenai pendirian sekolah itu
telah dibicarakan dan dibantu oleh pengurus Budi Utomo. Setelah pelaksanaan
penyelenggaraan sekolah itu sudah mulai teratur, kemudian dipikirkan
tentang organisasi pendukung terselenggaranya
kegiatan sekolah itu. Dipilihlah nama “Muhammadiyah” sebagai nama organisasi
itu dengan harapan agar para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat
sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad saw. Penyusunan anggaran dasar Muhamadiyah
banyak mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu Kweekschool
Jetis. Rumusannya dibuat dalam bahasa
melayu dan Belanda. Kesepakatan bulat pendirian
Muhamadiyah terjadi pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Zulhijah 1330 H. Tgl
20 Desember 1912 diajukanlah surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, agar perserikatan ini diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan
hukum. Setelah memakan waktu sekitar 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia
Belanda mengakui Muhammadiyah
sebagai badan hukum, tertuang dalam
Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus 1914, No. 81, beserta alamporan
statuennya.
Arti Muhammadiyah
1. Arti Bahasa (Etimologis)
Muhamadiyah berasal dari kata bahasa Arab “Muhamadiyah”, yaitu nama
nabi dan rasul Allah yang terkhir. Kemudian
mendapatkan “ya” nisbiyah, yang artinya menjeniskan. Jadi, Muhamadiyah berarti
“umat Muhammad saw.” atau “pengikut Muhammad saw.”, yaitu semua orang Islam
yang mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. adalah hamba dan pesuroh
Allah yang terakhir.
2. Arti Istilah (Terminologi)
Secara istilah, Muhamadiyah merupakan gerakan
Islam, dakwah amar makruf nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber pada
Alquran dan sunah, didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Zulhijah
1330 H, bertepatan 18 November 1912 Miladiyah di kota Yogyakarta.
Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh
pendirinya dengan maksud untuk berpengharapan baik, dapat mencontoh dan
meneladani jejak perjuangan Rasulullah saw. dalam rangka menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam, semata-mata demi terwujudnya ‘Izzul Islam wal
muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai
realita.
Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak
berdiri hingga sekarang ini telah mengalami beberapa kali perubahan
redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah. Tetapi, dari segi isi,
maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula.
Pada waktu pertama berdirinya Muhamadiyah
memiliki maksud dan tujuan sebagi berikut:
1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad saw. kepada
penduduk bumi-putra, di dalam residensi
Yogyakarta.
2. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Hingga tahun 2000, terjadi tujuh kali perubahan
redaksional maksud dan tujuan Muhamadiyah. Dalam muktamarnya yang ke-44 yang
diselenggarakan di Jakarta bulan Juli 2000 telah ditetapkan maksud dan tujuan
Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil
dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Amal Usaha Muhammadiyah
Usaha yang pertama melalui pendidikan, yaitu
dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah. Selain itu juga menekankan pentingnya
pemurnian tauhid dan ibadah, seperti:
1. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (Jawa: tingkeban), yaitu selamatan bagi
orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh. Kebiasaan ini merupakan
peninggalan dari adat-istiadat Jawa kuno, biasanya diadakan dengan membuat
rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir
dicampur dengan berbagai
bahan lain, seperti buah delima, buah jeruk,
dan lain-lain. Masing-masing daerah berbeda-beda cara dan macam upacara tujuh
bulanan ini, tetapi pada dasarnya berjiwa sama, yaitu dengan maksud mendoakan
bagi keselamatan calon bayi yang masih berada dalam kandungan itu.
2. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh
dari kepercayaan Islam sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul
Qadir
Jaelani, Syekh Saman, dll yang dikenal dengan
manakiban. Selain itu, terdapat pula kebiasaan membaca Barzanji, yaitu suatu
karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada Nabi
Muhammad saw. yang disalahartikan. Dalam acara-acara semacam ini, Muhammadiyah
menilai, ada kecenderungan yang kuat untuk mengultusindividukan seorang wali
atau nabi, sehingga hal itu
dikhawatirkan dapat merusak kemurnian tauhid.
Selain itu, ada juga acara yang disebut “khaul”, atau yang lebih populer
disebut khal, yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang setiap
tahun sekali, dengan melakukan ziarah dan penghormatan secara besar-besaran
terhadap arwah orang-orang alim dengan upacara yang berlebih-lebihan. Acara
seperti ini oleh Muhammadiyah juga dipandang dapat
mengerohkan tauhid.
3. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam zikir
yang hanya khusus dibaca pada malam Jumat dan hari-hari tertentu adalah suatu
bid’ah.
Begitu juga ziarah hanya pada waktu-waktu
tertentu dan pada kuburan tertentu, ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama,
juga harus ditinggalkan. Yang boleh adalah ziarah kubur dengan tujuan untuk
mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.
Mendoakan kepada orang yang masih hidup atau
yang sudah mati dalam Islam sangat dianjurkan. demikian juga berzikir dan
membaca Alquran
juga sangat dianjurkan dalam Islam. Akan
tetapi, jika di dalam berzikir dan membaca Alquran itu diniatkan untuk mengirim
pahala kepada orang yang sudah mati, hal itu tidak berdasa pada ajaran agama,
oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan selawatan pada
hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 hari, hal itu merupakan
bid’ah yang mesti ditinggalkan dari perbuatan Islam. Selain itu, masih banyak
lagi hal-hal yang ingin diusahakan oleh Muhammadiyah dalam
memurnikan tauhid.
Perkembangan Muhammadiyah
1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke
seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan
organisasi NU, Muhammadiyah sedikit
ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU
lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi
usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di
kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.
2. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal
usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang
kehidupan.
Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan
terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927),
yaitu l
embaga yang menghimpun ulama-ulama dalam
Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi
fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum.
Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan
usaha-usahanya yang telah dilakukan:
• Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang
telah diberikan Rasulullah saw.
• Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan
jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi”
sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
• Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada
pada masjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut
perhitungan garis lintang.
• Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran
zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur
pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
• Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga
berencana.
• Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari
kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
• Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan
Cita-Cita Hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam
secara sederhana, tetapi menyeluruh.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh
Muhammadiyah meliputi:
• mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu
keagamaan, dan
• mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi
pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi
pembedaan mana ilmu agama
dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan
dalam naungan agama.
Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang
telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
• Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan,
membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
• Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk
menyantuni mereka.
• Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak
memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu
penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.
• Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat
seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
• Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup
sepanjang tuntunan Ilahi.
Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah
meliputi:
• Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas i
badah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
• Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu
saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang
Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita
itu.
• Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk
menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah
Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
• Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di
kalangan umat Islam Indonesia dengan
menggunakan bahasa Indonesia dalam tablig-tablighnya, dalam khotbah ataupun
tulisan-tulisannya.
• Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia
diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah
pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat
kepada Tenno Heika,
tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit.
Muhammadiyah menolak perintah itu.
• Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan
menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan.
Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi
Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut
aktif di dalamnya.
• Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah
tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus
mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu,
tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai
ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai
politik.
Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang
dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang
berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan
kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-
badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat
organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk,
dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada
beberapa buah, yaitu:
• ‘Aisyiyah
• Nasyiatul ‘Aisyiyah
• Pemuda Muhammadiyah
• Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
• Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
• Tapak Suci Putra Muhamadiyah
• Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan
Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk
kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini
berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal
usaha Muhammadiyah.
Periode Kepemimpinan Muhammadiyah
• K.H. Ahmad Dahlan (1912–1923)
• K.H. Ibrahim (1923–1932)
• K.H. Hisyam (1932–1936)
• K.H. Mas Mansur (1936–1942)
• Ki Bagus Hadikusumo (1942–1953)
• A.R. Sutan Mansyur (1952–1959)
• H.M. Yunus Anis (1959–1968)
• K.H. Ahmad Badawi (1962–1968)
• K.H. Fakih Usman/H.A.R. Fakhrudin (1968–1971)
• K.H. Abdur Razak Fakhruddin (1971–1990)
• K.H. A. Azhar Basyir, M.A. (1990–1995)
• Prof. Dr. H.M. Amien Rais/Prof. Dr. H.A.
Syafii Maarif (1995–2000)
• Prof. Dr. H.A. Syafii Maarif (2000–2005)
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
(Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo)
1. Muhammadiyah adalah gerakan berasas Islam,
bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan
khalifah Allah
di muka bumi.
2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan
kepada rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai
kepada Nabi Muhammad saw., sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi
dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam
berdasarkan:
a. Alquran: kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b. Sunnah Rasul: penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Alquran yang d
iberikan oleh Nabi Muhammad saw. dengan
menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk teraksananya ajaran-ajaran Islam yang meliuti
bidang-bidang:
a. Akidah
b. Akhlak
c. Ibadah
d. Muamalah Duniawiyah
A. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah, dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam.
B. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul,
tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan
manusia.
C. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
Saw. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
D. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya muamalat
duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan
ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah
kepada Allah SWT.
5. Muhammadiyah mengajak segenap lap
isan
bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia
Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan
bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat Pancasila, untuk berusaha
bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil, makmur dan diridhai Allah SWT.
Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
(Catatan: Rumusan keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh PP
Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 1970 di
Yogyakarta).
Sumber: Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam
dalam Perspektif Historis dan Idiologis, Drs. H. Musthafa Kamal Pasha, B.Ed dan
Drs. H. Ahmad Adaby Darban, S.U.